Rabu (9/5),2012, pesawat Sukhoi Superjet yang begitu dibanggakan Rusia
jatuh di Gunung Salak di daerah Bogor, Jawa Barat. Pesawat tersebut
menabrak tebing batu di lereng Gunung Salak yang memiliki ketinggian
mencapai 7000 kaki.
Pesawat Sukhoi Superjet 100 (SSJ 100) memiliki spesifikasi yang bisa
dibilang termasuk pesawat canggih. SSJ 100 memiliki empat varian dengan
dua kelas, antara lain SSJ 100-75 dan SSJ 100-75LR. Kelas pertama
memiliki panjang 26,44 meter, tinggi 10,3 meter dan rentang sayap 27,8
meter. Sedangkan kelas kedua memiliki panjang 29,9 meter, tinggi 10,3
meter, dan rentang sayap 27,8 meter. Pembedaan varian itu adalah jarak
tempuh, SSJ-100 75 dapat menempuh jarak 2.900 km, sedangkan SSJ-100 75LR
dapat menempuh jarak 4.500 km.
Seluruh varian SSJ 100 mengandalkan dua mesin PowerJet SaM146 dengan
kekuatan 156.000 lb. Mesin buatan Perancis dan Rusia ini mampu
memberikan kecepatan maksimum 0,81 Mach atau 870 km/ jam.
Pesawat itu dipiloti oleh salah satu pilot terbaik Russia, Aleksandr
Yablonstev dan co-pilot Aleksandr Kochetkov. Yablonstev merupakan orang
yang membawa Sukhoi mulai dari nol sampai mendapatkan sertifikat. Dia
juga memiliki pengalaman terbang lebih dari 10.000 jam.
Sukhoi Superjet 100 sedang melakukan ujicoba terbang di wilayah
Indonesia. Pesawat buatan Russia tersebut didatangkan oleh PT. Trimarga
Rekatama, agen Sukhoi di Indonesia, terkait pesanan Maskapai Kartika
Airlines dan PT Sky Aviation. PT. Trimarga Rekatama sendiri,
keberadaannya tidak jelas di mana. Kantor PT. Trimarga Rekatama
merupakan ruko berlantai tiga yang berada di pinggit Pasar Asemka.
Kantor tersebut, bisa dibilang, tak terawat untuk perusahaan menyuplai
pesawat Sukhoi. Selain itu, kantor tersebut tidak memiliki plang nama
perusahaan. Banyak dari purnawirawan TNI-AU yang bergabung dalam
perusahaann itu. Tak heran, perusahaan yang menjadi pemasok pesawat jet
canggih itu, menjadi partner TNI.
Kronologis Jatuh SSJ 100
Sebelumnya, SSJ 100 telah melakukan joy flight pada pagi hari dengan
terbang mengitari sekitar kawasan Halim. Rabu, 9 Mei 2012, pukul 14.12
WIB, pesawat SSJ 100 melakukan joy flight untuk kedua kalinya dengan
rute melewati Gunung Salak. Pada pukul 14.33, saat pesawat melewati
Gunung Salak, pilot pesawat SSJ 100
meminta izin ATC Bandara Soekarno-Hatta untuk turun dari ketinggian
10.000 kaki ke ketinggian 6000 kaki. Padahal, Gunung Salak memiliki
ketinggian mencapai 7000 kaki. Setelah itu, ATC Bandara Soekarno-Hatta
kehilangan kontak dengan pesawat.
Bisa Jatuh
Pihak LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) menyebutkan
bahwa cuaca buruk menyebabkan SSJ 100 tersebut jatuh di Gunung Salak.
Saat SSJ 100 tersebut jatuh, terdapat awan cumulonimbus, yang merupakan
awan berbahaya untuk dimasuki pesawat karena kondisi awannya yang sangat
tebal, pekat, dan gelap, yang dapat mengurangi jarak pandang dari
pilot. Namun, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan bahwa
saat pesawat jatuh, yang ada hanya awan dengan jenis altostratus dan
altocumulus. Awan jenis ini adalah awan dengan ketinggian menengah.
Pihak BMKG juga menambahkan bahwa jika jatuhnya pesawat karena masalah
cuaca, seharusnya SSJ 100 dapat mengatasinya. Sebab, pesawat ini
dilengkapi dengan radar cuaca sehingga dapat memudahkan pilot untuk tahu
apakah awan yang berada di depan pesawat dapat dilewati atau tidak.
Apakah dalam SSJ 100, pesawat yang dikatakan canggih, tidak ada radar
cuaca yang mendukung pilot? Jika tidak ada, tentu hal ini akan
berbanding terbalik dengan pernyataan pihak Russia.
Berbeda pendapat dengan dua lembaga di atas, pihak Russia mengatakan
bahwa kecelakaan itu terjadi terjadi karena adanya human error. Memang,
pilot SSJ 100 yang jatuh di Gunung Salak merupakan salah satu pilot
terbaik Russia dan sangat banyak memiliki pengalaman terbang. Namun,
pilot dan co-pilot ini sudah melakukan penerbangan maraton dari tanggal 3
Mei 2012. Sebelum ke Jakarta, pliot dan co*p-pilot ini sukses
menerbangkan pesawat di Kazakhstan, Pakistan dan Myanmar. Secara fisik,
dapat dikatakan ia kelelahan. Apakah tidak ada pilot lain yang
menggantikan Yablonstv? Juga apakah pilot terbaik rusia hanya Yablonstv?
Yablonstv juga belum mempunyai pengalaman menerbangkan pesawat di
Indonesia. Dengan demikian, Yablonstv belum mengetahui kondisi
geografis, demografis, dan cuaca yang ada Indonesia.
Terdapat kejanggalan dalam joy flight ini. Seharusnya, dalam joy flight,
rute yang dipilih adalah rute yang lebih terang. SSJ 100 yang mengalami
kecelakaan ini malah memilih rute Pelabuhan Ratu dengan melewati daerah
pegunungan yang gelap. Jumlah penumpang yang diberitakan oleh PT.
Trimarga Rekatama juga mengalami revisi perubahan dalam jumlah penumpang
yang pasti. Sebelumnya, pihak PT. Tirmarga Rekatama menyebutkan jumlah
penumpang yang lebih dari 45 orang. Pada akhirnya, mereka menyatakan
jumlah penumpang seluruh pesawat beserta dengan crew berjumlah 45 orang.
Kajian Dalam Kriminologi
Jatuhnya pesawat SSJ 100 ini dapat dikaji secara kriminologis, baik dari
penyebabnya jatuh, perusahaan yang mendatangkan, maupun pemberitaanya
di media massa, meskipun belum diketahui secara pasti penyebab dari
jatuhnya SSJ 100–dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk menemukan
penyebabnya. Black box yang menjadi barang penting dalam mengungkap
penyebab jatuhnya pesawat sudah ditemukan, namun untuk mengetahui isinya
memerlukan waktu yang lama pula.
Professional Occupational Crime
Dalam joy flight ini, terjadi kelalaian pihak perusahaan distribusi dan
penerbangan. Pihak PT. Trimarga Rekatama tidak mencantumkan alamat yang
pasti terkait dengan letak perusahaan itu berada. Selain itu, adanya
kesimpangsiuran jumlah penumpang dalam pesawat juga menjadi salah satu
aspek pertimbangan untuk mengarahkan anlisis ke sudut pandang ini.
Secara tidak langsung, hal ini juga menyebabkan kesimpangsiuran dan
disinformasi dalam pemberitaan terkait dengan jatuhnya SSJ 100.
Adanya kecerobohan salah satu pilot terbaik Russia, juga merupakan
kesalahan yang berakibat fatal sehingga SSJ 100 dapat jatuh. Tindakan
pilot yang meminta izin kepada ATC Bandara Soekarno-Hatta untuk turun ke
ketinggian 6000 kaki patut dipertanyakan. Padahal, ketinggian Gunung
Salak mencapai 7000 kaki. Selain itu, perlu dipertanyakan pula mengapa
pihak ATC Bandara Soekarno-Hatta memberi izin kepada pihak pilot SSJ
100.
Pihak ATC, menurut Kementerian Perhubungan, memang menyetujui penurunan
ketinggian. Ketua Federasi Pilot Indonesia, Hasfrinsyah, mengatakan ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum pesawat dapat
menurunkan ketinggian jelajahnya. Salah satu syarat yang cukup penting
adalah adanya kesamaan pandangan antara pilot dan petugas lalu lintas
udara (Air Traffic Control/ ATC) di bandara. Satu hal yang harus
dipertimbangkan, sangat berbahaya jika mengizinkan pesawat untuk turun
ke ketinggian di bawah batas aman, yaitu 2.000 kaki di atas puncak
gunung. Pada dasarnya, pilot dengan pihak menara pasti sudah melakukan
briefing office sebelum terbang. Jadi, ketika pesawat terbang di area
terbatas untuk joy flight, pilot dan tower sudah sama-sama tahu medan
yang dihadapi. Namun, di sisi lain, Yablonstv, sebagai pilot yang
menerbangkan SSJ 100, belum mempunyai pengalaman terbang di dareah
Indonesia sehingga ia belum mengetahui medan di Indonesia.
Persiapan penerbangan kelengakapan juga perlu disoroti, sehubungan
dengan kemungkinan terjadinya bentuk kecerobohan. Sebelum mulai terbang,
seorang pilot akan diberikan MSA (minimum sector altitude
(ICAO)/minimum safe altitude). MSA adalah ketinggian minimum yang harus
dicapai seorang pilot dalam menerbangkan pesawat untuk berada di posisi
aman. Bentuknya berupa airport chart yang akan memberi tahu berapa
ketinggian minimum yang aman dari titik pusat penerbangan. Alat lain
yang dapat membantu adalah GPWS (ground proximity warning system). Alat
ini akan memberi tahu pilot jika pesawat mendekati daratan. Jadi, bila
pesawat meluncur turun dan tidak dalam perencanaan terbang, maka GPWS
akan memberikan suara peringatan “TOO LOW TERRAIN”, atau “TOO LOW GEAR”,
atau “TOO LOW FLAPS”. Selain itu, PETA TERRAIN–Terrain merupakan
visualisasi daratan dalam bentuk vertikal dan horizontal dari
daratan–Terrain database harus selalu di-update karena data terrain akan
dimasukkan ke pesawat. Pesawat yang akan terbang melalui daerah baru
dengan kondisi alam pegunungan. Hal ini mewajibkan pilot untuk meminta
dan mengonfirmasi data terrain daerah tersebut. Jadi, misalkan pesawat
akan melawati daerah pegunungan dan database terrain belum diperbarui,
sama saja pilot berbuat ceroboh dan membahayakan seluruh penumpang
pesawat. Adalah wajar, dugaan kita bisa mengarah kepada kemungkinan
bahwa database terrain SSJ 100 yang jatuh di Gunung Salak, belum
diperbarui.
Agenda Setting dari Media Massa
Sebelum gencar pemberitaan tentang jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet di
Gunung Salak, media massa gencar memberitakan tentang kasus-kasus
korupsi. Mulai dari kasus cek pelawat Bang Indonesia Miranda Gultom,
kasus korupsi para kader-kader Demokrat, dan kasus korupsi yang lainnya.
Selain itu, juga ada pemberitaan tentang pernyataan kontroversial dari
ketua DPR RI Marzuki Alie. Namun, setelah terjadi jatuhnya pesawat
Sukhoi Superjet 100 pada Hari Rabu, 9 Mei 2012, pemberitaan tentang
kasus-kasus korupsi dan pernyataan Marzuki Alie mulai teralihkan.
Terdapat kecenderungan perilaku media, yang oleh Yvonne Jewekes, dalam
Media and Crime: A Critical Introduction, Key Approaches to Criminology
(2004) disebut sebagai political diversion.
Agenda setting sendiri berawal dari adanya asumsi dari media massa yang
menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan diterbitkan atau
disiarkan. Setiap kejadian atau isu, diberi bobot tertentu dengan
panjang penyajian. Panjang penyajian termasuk dalam ruang dalam surat
kabar (media cetak) atau waktu pada televisi dan radio (media siar).
Selain itu, juga ada pengaturan terkait dengan bagian mana yang harus
ditonjolkan, termasuk di dalamnya ialah pengaturan judul, tata letak
artikel dan gambar, pada media yang akan diterbitkan dan disiarkan,
posisi dalam penerbitan, posisi dalam jam tayang.
Perlu diingat bahwa redaksi wepreventcrime, tidak ingin menaikkan rating
terkait dengan jatuhnya SSJ 100 di Gunung Salak. Kami hanya ingin
menyampaikan kejelasan dan kajian kami secara kriminologis.
Dengan adanya tragedi jatuhnya pesawat SSJ 100, media massa akhir-akhir
ini lebih sering memberitakan dan menonjolkan pemberitaan tentang
jatuhnya SSJ 100. Porsi pemberitaan yang besar pada jatuhnya pesawat SSJ
100 di Gunung Salak juga dapat terlihat dari pemberitaan media massa
sekarang, khususnya media massa televisi. Peristiwa ini seolah menjadi
‘pesta’ durian runtuh bagi para pelaku media untuk menaikkan jumlah
pembaca atau penontonnya. Dalam kajian news-making criminology, hal ini
memang menjadi kecenderungan dari satu media, bahwa media memiliki
kepentingan dalam mengonstruksi agenda pemberitaannya atas dasar alasan
berbagai hal: konglomerasi media, politisasi berita, oplah dan rating
serta masalah terkait kepemilikan media.
Harapan kita, ialah penyebab pasti dari jatuhnya pesawat Sukhoi dapat
ditemukan. Memang membutuhkan waktu yang lama, sekitar lebih dari 3
bulan untuk dapat mengungkap isi yang ada di dalam blackbox. Bagaimana
pun juga, jatuhnya Pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak merupakan
pukulan berat terhadap transportasi udara di Indonesia. Pemerintah
harus lebih memperhatikan lagi masalah transportasi dan harus segera
dibenahi.
Sumber Referensi:
Jewkes, Yvonne. 2004. Media and Crime: A Critical Introduction, Key Approaches to Criminology. London: Sage Publications
Majalah Detik, edisi 24, www.tempo.com
Mari berpikir jernih. Kajian resmi dari dunia pendidikan [Kriminologi] untuk kasus kecelakaan pesawat SSJ100 dan fenomenanya.
sekian dari ane gan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar