MRA Berita Unik: Melihat Jatuhnya Sukhoi Superjet 100 dari Perspektif Kriminologis

Sabtu, 19 Mei 2012

Melihat Jatuhnya Sukhoi Superjet 100 dari Perspektif Kriminologis

Rabu (9/5),2012, pesawat Sukhoi Superjet yang begitu dibanggakan Rusia jatuh di Gunung Salak di daerah Bogor, Jawa Barat. Pesawat tersebut menabrak tebing batu di lereng Gunung Salak yang memiliki ketinggian mencapai 7000 kaki.

Pesawat Sukhoi Superjet 100 (SSJ 100) memiliki spesifikasi yang bisa dibilang termasuk pesawat canggih. SSJ 100 memiliki empat varian dengan dua kelas, antara lain SSJ 100-75 dan SSJ 100-75LR. Kelas pertama memiliki panjang 26,44 meter, tinggi 10,3 meter dan rentang sayap 27,8 meter. Sedangkan kelas kedua memiliki panjang 29,9 meter, tinggi 10,3 meter, dan rentang sayap 27,8 meter. Pembedaan varian itu adalah jarak tempuh, SSJ-100 75 dapat menempuh jarak 2.900 km, sedangkan SSJ-100 75LR dapat menempuh jarak 4.500 km.

Seluruh varian SSJ 100 mengandalkan dua mesin PowerJet SaM146 dengan kekuatan 156.000 lb. Mesin buatan Perancis dan Rusia ini mampu memberikan kecepatan maksimum 0,81 Mach atau 870 km/ jam.

Pesawat itu dipiloti oleh salah satu pilot terbaik Russia, Aleksandr Yablonstev dan co-pilot Aleksandr Kochetkov. Yablonstev merupakan orang yang membawa Sukhoi mulai dari nol sampai mendapatkan sertifikat. Dia juga memiliki pengalaman terbang lebih dari 10.000 jam.

Sukhoi Superjet 100 sedang melakukan ujicoba terbang di wilayah Indonesia. Pesawat buatan Russia tersebut didatangkan oleh PT. Trimarga Rekatama, agen Sukhoi di Indonesia, terkait pesanan Maskapai Kartika Airlines dan PT Sky Aviation. PT. Trimarga Rekatama sendiri, keberadaannya tidak jelas di mana. Kantor PT. Trimarga Rekatama merupakan ruko berlantai tiga yang berada di pinggit Pasar Asemka. Kantor tersebut, bisa dibilang, tak terawat untuk perusahaan menyuplai pesawat Sukhoi. Selain itu, kantor tersebut tidak memiliki plang nama perusahaan. Banyak dari purnawirawan TNI-AU yang bergabung dalam perusahaann itu. Tak heran, perusahaan yang menjadi pemasok pesawat jet canggih itu, menjadi partner TNI.

Kronologis Jatuh SSJ 100

Sebelumnya, SSJ 100 telah melakukan joy flight pada pagi hari dengan terbang mengitari sekitar kawasan Halim. Rabu, 9 Mei 2012, pukul 14.12 WIB, pesawat SSJ 100 melakukan joy flight untuk kedua kalinya dengan rute melewati Gunung Salak. Pada pukul 14.33, saat pesawat melewati Gunung Salak, pilot pesawat SSJ 100 meminta izin ATC Bandara Soekarno-Hatta untuk turun dari ketinggian 10.000 kaki ke ketinggian 6000 kaki. Padahal, Gunung Salak memiliki ketinggian mencapai 7000 kaki. Setelah itu, ATC Bandara Soekarno-Hatta kehilangan kontak dengan pesawat.

Bisa Jatuh

Pihak LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) menyebutkan bahwa cuaca buruk menyebabkan SSJ 100 tersebut jatuh di Gunung Salak. Saat SSJ 100 tersebut jatuh, terdapat awan cumulonimbus, yang merupakan awan berbahaya untuk dimasuki pesawat karena kondisi awannya yang sangat tebal, pekat, dan gelap, yang dapat mengurangi jarak pandang dari pilot. Namun, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan bahwa saat pesawat jatuh, yang ada hanya awan dengan jenis altostratus dan altocumulus. Awan jenis ini adalah awan dengan ketinggian menengah. Pihak BMKG juga menambahkan bahwa jika jatuhnya pesawat karena masalah cuaca, seharusnya SSJ 100 dapat mengatasinya. Sebab, pesawat ini dilengkapi dengan radar cuaca sehingga dapat memudahkan pilot untuk tahu apakah awan yang berada di depan pesawat dapat dilewati atau tidak. Apakah dalam SSJ 100, pesawat yang dikatakan canggih, tidak ada radar cuaca yang mendukung pilot? Jika tidak ada, tentu hal ini akan berbanding terbalik dengan pernyataan pihak Russia.

Berbeda pendapat dengan dua lembaga di atas, pihak Russia mengatakan bahwa kecelakaan itu terjadi terjadi karena adanya human error. Memang, pilot SSJ 100 yang jatuh di Gunung Salak merupakan salah satu pilot terbaik Russia dan sangat banyak memiliki pengalaman terbang. Namun, pilot dan co-pilot ini sudah melakukan penerbangan maraton dari tanggal 3 Mei 2012. Sebelum ke Jakarta, pliot dan co*p-pilot ini sukses menerbangkan pesawat di Kazakhstan, Pakistan dan Myanmar. Secara fisik, dapat dikatakan ia kelelahan. Apakah tidak ada pilot lain yang menggantikan Yablonstv? Juga apakah pilot terbaik rusia hanya Yablonstv?

Yablonstv juga belum mempunyai pengalaman menerbangkan pesawat di Indonesia. Dengan demikian, Yablonstv belum mengetahui kondisi geografis, demografis, dan cuaca yang ada Indonesia.

Terdapat kejanggalan dalam joy flight ini. Seharusnya, dalam joy flight, rute yang dipilih adalah rute yang lebih terang. SSJ 100 yang mengalami kecelakaan ini malah memilih rute Pelabuhan Ratu dengan melewati daerah pegunungan yang gelap. Jumlah penumpang yang diberitakan oleh PT. Trimarga Rekatama juga mengalami revisi perubahan dalam jumlah penumpang yang pasti. Sebelumnya, pihak PT. Tirmarga Rekatama menyebutkan jumlah penumpang yang lebih dari 45 orang. Pada akhirnya, mereka menyatakan jumlah penumpang seluruh pesawat beserta dengan crew berjumlah 45 orang.

Kajian Dalam Kriminologi

Jatuhnya pesawat SSJ 100 ini dapat dikaji secara kriminologis, baik dari penyebabnya jatuh, perusahaan yang mendatangkan, maupun pemberitaanya di media massa, meskipun belum diketahui secara pasti penyebab dari jatuhnya SSJ 100–dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk menemukan penyebabnya. Black box yang menjadi barang penting dalam mengungkap penyebab jatuhnya pesawat sudah ditemukan, namun untuk mengetahui isinya memerlukan waktu yang lama pula.

Professional Occupational Crime

Dalam joy flight ini, terjadi kelalaian pihak perusahaan distribusi dan penerbangan. Pihak PT. Trimarga Rekatama tidak mencantumkan alamat yang pasti terkait dengan letak perusahaan itu berada. Selain itu, adanya kesimpangsiuran jumlah penumpang dalam pesawat juga menjadi salah satu aspek pertimbangan untuk mengarahkan anlisis ke sudut pandang ini. Secara tidak langsung, hal ini juga menyebabkan kesimpangsiuran dan disinformasi dalam pemberitaan terkait dengan jatuhnya SSJ 100.

Adanya kecerobohan salah satu pilot terbaik Russia, juga merupakan kesalahan yang berakibat fatal sehingga SSJ 100 dapat jatuh. Tindakan pilot yang meminta izin kepada ATC Bandara Soekarno-Hatta untuk turun ke ketinggian 6000 kaki patut dipertanyakan. Padahal, ketinggian Gunung Salak mencapai 7000 kaki. Selain itu, perlu dipertanyakan pula mengapa pihak ATC Bandara Soekarno-Hatta memberi izin kepada pihak pilot SSJ 100.

Pihak ATC, menurut Kementerian Perhubungan, memang menyetujui penurunan ketinggian. Ketua Federasi Pilot Indonesia, Hasfrinsyah, mengatakan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum pesawat dapat menurunkan ketinggian jelajahnya. Salah satu syarat yang cukup penting adalah adanya kesamaan pandangan antara pilot dan petugas lalu lintas udara (Air Traffic Control/ ATC) di bandara. Satu hal yang harus dipertimbangkan, sangat berbahaya jika mengizinkan pesawat untuk turun ke ketinggian di bawah batas aman, yaitu 2.000 kaki di atas puncak gunung. Pada dasarnya, pilot dengan pihak menara pasti sudah melakukan briefing office sebelum terbang. Jadi, ketika pesawat terbang di area terbatas untuk joy flight, pilot dan tower sudah sama-sama tahu medan yang dihadapi. Namun, di sisi lain, Yablonstv, sebagai pilot yang menerbangkan SSJ 100, belum mempunyai pengalaman terbang di dareah Indonesia sehingga ia belum mengetahui medan di Indonesia.

Persiapan penerbangan kelengakapan juga perlu disoroti, sehubungan dengan kemungkinan terjadinya bentuk kecerobohan. Sebelum mulai terbang, seorang pilot akan diberikan MSA (minimum sector altitude (ICAO)/minimum safe altitude). MSA adalah ketinggian minimum yang harus dicapai seorang pilot dalam menerbangkan pesawat untuk berada di posisi aman. Bentuknya berupa airport chart yang akan memberi tahu berapa ketinggian minimum yang aman dari titik pusat penerbangan. Alat lain yang dapat membantu adalah GPWS (ground proximity warning system). Alat ini akan memberi tahu pilot jika pesawat mendekati daratan. Jadi, bila pesawat meluncur turun dan tidak dalam perencanaan terbang, maka GPWS akan memberikan suara peringatan “TOO LOW TERRAIN”, atau “TOO LOW GEAR”, atau “TOO LOW FLAPS”. Selain itu, PETA TERRAIN–Terrain merupakan visualisasi daratan dalam bentuk vertikal dan horizontal dari daratan–Terrain database harus selalu di-update karena data terrain akan dimasukkan ke pesawat. Pesawat yang akan terbang melalui daerah baru dengan kondisi alam pegunungan. Hal ini mewajibkan pilot untuk meminta dan mengonfirmasi data terrain daerah tersebut. Jadi, misalkan pesawat akan melawati daerah pegunungan dan database terrain belum diperbarui, sama saja pilot berbuat ceroboh dan membahayakan seluruh penumpang pesawat. Adalah wajar, dugaan kita bisa mengarah kepada kemungkinan bahwa database terrain SSJ 100 yang jatuh di Gunung Salak, belum diperbarui.

Agenda Setting dari Media Massa

Sebelum gencar pemberitaan tentang jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet di Gunung Salak, media massa gencar memberitakan tentang kasus-kasus korupsi. Mulai dari kasus cek pelawat Bang Indonesia Miranda Gultom, kasus korupsi para kader-kader Demokrat, dan kasus korupsi yang lainnya. Selain itu, juga ada pemberitaan tentang pernyataan kontroversial dari ketua DPR RI Marzuki Alie. Namun, setelah terjadi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 pada Hari Rabu, 9 Mei 2012, pemberitaan tentang kasus-kasus korupsi dan pernyataan Marzuki Alie mulai teralihkan. Terdapat kecenderungan perilaku media, yang oleh Yvonne Jewekes, dalam Media and Crime: A Critical Introduction, Key Approaches to Criminology (2004) disebut sebagai political diversion.

Agenda setting sendiri berawal dari adanya asumsi dari media massa yang menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan diterbitkan atau disiarkan. Setiap kejadian atau isu, diberi bobot tertentu dengan panjang penyajian. Panjang penyajian termasuk dalam ruang dalam surat kabar (media cetak) atau waktu pada televisi dan radio (media siar). Selain itu, juga ada pengaturan terkait dengan bagian mana yang harus ditonjolkan, termasuk di dalamnya ialah pengaturan judul, tata letak artikel dan gambar, pada media yang akan diterbitkan dan disiarkan, posisi dalam penerbitan, posisi dalam jam tayang.

Perlu diingat bahwa redaksi wepreventcrime, tidak ingin menaikkan rating terkait dengan jatuhnya SSJ 100 di Gunung Salak. Kami hanya ingin menyampaikan kejelasan dan kajian kami secara kriminologis.

Dengan adanya tragedi jatuhnya pesawat SSJ 100, media massa akhir-akhir ini lebih sering memberitakan dan menonjolkan pemberitaan tentang jatuhnya SSJ 100. Porsi pemberitaan yang besar pada jatuhnya pesawat SSJ 100 di Gunung Salak juga dapat terlihat dari pemberitaan media massa sekarang, khususnya media massa televisi. Peristiwa ini seolah menjadi ‘pesta’ durian runtuh bagi para pelaku media untuk menaikkan jumlah pembaca atau penontonnya. Dalam kajian news-making criminology, hal ini memang menjadi kecenderungan dari satu media, bahwa media memiliki kepentingan dalam mengonstruksi agenda pemberitaannya atas dasar alasan berbagai hal: konglomerasi media, politisasi berita, oplah dan rating serta masalah terkait kepemilikan media.

Harapan kita, ialah penyebab pasti dari jatuhnya pesawat Sukhoi dapat ditemukan. Memang membutuhkan waktu yang lama, sekitar lebih dari 3 bulan untuk dapat mengungkap isi yang ada di dalam blackbox. Bagaimana pun juga, jatuhnya Pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak merupakan pukulan berat terhadap transportasi udara di Indonesia. Pemerintah harus lebih memperhatikan lagi masalah transportasi dan harus segera dibenahi.

Sumber Referensi:

Jewkes, Yvonne. 2004. Media and Crime: A Critical Introduction, Key Approaches to Criminology. London: Sage Publications

Majalah Detik, edisi 24, www.tempo.com


Mari berpikir jernih. Kajian resmi dari dunia pendidikan [Kriminologi] untuk kasus kecelakaan pesawat SSJ100 dan fenomenanya.

sekian dari ane gan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar