Ternyata Ulama Tong Sam Cong yang hidup di zaman Dinasti Tong (618-907
M) setelah Nabi Muhammad saw (570-633 M) adalah seorang muslim/Islam,
bukan pengikut Budha/Nabi Gautama seperti anggapan sebagian orang.
Minimal ada 3 alasan yang menguatkan argumen bahwa beliau adalah seorang
muslim yang taat lagi saleh, sehingga sela bersusah payah selama 17
tahun mengembara untuk menjemput kitab suci di Barat setelah mendengar
berita dari para pedagang jalur sutera (jalur perdagangan sutera telah
berlangsung sebelum Masehi).
Pertama : Wilayah Barat/She Thien itu Arab, sedangkan India
/Thien Tok itu Selatan dan perjalanan 17 tahun mencari kitab suci itu
dari Timur (Propinsi Zhe Jiang) ke Barat lewat Ta Li Muk Phen Ti/Se Chou
Ce Lu/Jalur Sutera (Xin Jiang di wilayah Barat daratan Cina).
Perjalanan ini dilakukan setelah pemuda alim tersebut mendapatkan kabar
berita dari para pedagang lintas benua/para pedagang jalur sutera
membawa berita bahwa di Barat sama telah atau baru turun kitab suci,
maka berangkatlah beliau dari tanah kelahirannya, Propinsi Zhe Jiang
(Cina bagian Timur) menuju Barat (tanah Arab). Lewat Gansu lalu ke Xin
Jiang, disitu ada Fo Yen San/Flamming Mountain/gunung api bagian Barat
Cina, yang kita ketahui bersama bahwa 99,99% penduduk Propinsi Xin Jiang
(sekarang) beragama Islam.
Kedua : Jarak Ulama Tong (abad ke 7 M) dan Budha Sidharta Gautama
(5 abad SM) +- 1200 tahun, jadi tidak bisa dikatakan baru lagi sebab
sudah lebih dari seribu tahun.
Ketiga : Ajaran Budha Gautama sudah masuk ke daratan Cina sebelum
Tat Mo Co Su/Bodhi Dharma/Zen yang juga dari India, bukti Tat Mo Co Su
ada di kuil Shaolin gunung Shiong San Propinsi Henan. Berarti jalur Cina
- India sudah ada sebelum perjalanan Tong, yaitu dari arah Selatan
negeri Cina. Jadi untuk apa memutar begitu jauh lewat Utara baru ke
Selatan sedangkan alat transportasi dahulu hanya unta, kuda atau
keledai.
Apakah Tong begitu bodoh?
Saya tidak percaya itu.
Adapun hari ini kita membaca atau menonton kisah Kera Sakti pada
perjalanan Tong Sam Cong itu hanyalah kisah fiktif yang disuguhkan oleh
penulis yang bertujuan untuk menentang atau menyindir pemerintahan
bangsa Mancuria pada saat itu yang sedang memerintah Cina.
Jadi pada cerita Kera Sakti ada monyet, babi dan kerbau itu sebenarnya
tidak ada sama sekali/bohong besar dan ingat, di Jepang cerita ini
menjadi Son Goku atau Dragon Ball. Sekarang malah cerita Kera Sakti di
ceritakan di Amerika. Ingat, salah satu cara/bentuk penjajahan
kebudayaan atau sejarah adalah lewat cerita/komik.
Seperti Sisingamangaraja XII dan Pattimura yang beragama Islam/muslim
tapi selalu di gembar-gemborkan bukan muslim, demikian juga dengan
perlawanan Wong Fei Hung yang muslim dkk melawan penindasan Mancuria
pada bangsa Han di Cina, ini bisa terjadi juga karena kesalahan kita
umat muslim yang tidak peduli dengan saudaranya yang lain. Ini
disebabkan pendapat yang salah antara suku dan agama (Assobiah dan
Tauhid).
Di akhir cerita Kera Sakti, tidak diceritakan kitab apa yang diambil
atau di peroleh, sebab kalau produser mau menceritakan sejarah yang
sebenarnya bahwa kitab yang mereka cari adalah Alquran, maka akan
bubarlah keyakinan non Islam dari agamanya yang sekarang dan cerita/film
tersebut tidak akan lalu terjual sehingga produser film tidak akan
dapat memperoleh keuntungan alias rugi.
Sebab umumnya orang Han/orang keturunan Cina tidak akan tertarik
menontonnya karena tidak sesuai dengan kepercayaannya dan umat Islam pun
belum tentu akan tertarik menontonya karena masih ada masalah
kesukuan/assobiah sebab datang dari daerah Timur/Cina bukan dari
Barat/Arab serta masalah ilmu Tauhidologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar